Senin, 11 Februari 2013

Sejarah Masuknya Agama HinduBudha di Indonesia

Agama Hindu dan Budha berasal dari Jazirah India yang sekarang meliputi wilayah negara India, Pakistan, dan Bangladesh. Kedua agama ini muncul pada dua waktu yang berbeda (Hindu: ±1500 SM, Budha: ±500 SM), namun berkembang di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan. Munculnya agama Hindu dan Budha di Indonesia berawal dari hubungan dagang antara pusat Hindu Budha di Asia seperti China dan India dengan Nusantara. Hubungan dagang antara masyarakat Nusantara dengan para pedagang dari wilayah Hindu Budha inilah yang menyebabkan adanya asimilasi budaya, sehingga agama Hindu dan Budha lambat laun mulai berkembang di Nusantara.


Kepulauan Nusantara yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) serta oleh dua samudra (Hindia dan Pasifik), mempunyai letak yang sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia kala itu. Hal ini membuat para pedagang asing dari negeri-negeri lain seperti Cina, India, Persia, dan Arab sering singgah di kepulauan Nusantara. Para pedagang asing ini tidak hanya berkepentingan untuk berdagang di Nusantara. Mereka juga menjalin interaksi secara sosial budaya dengan masyarakat lokal, sehingga masuklah pengaruh-pengaruh kebudayaan mereka ke Nusantara, termasuk pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha. Sebenarnya ada beberapa teori yang diajukan oleh para ahli mengenai siapa sebenarnya yang membawa agama Hindu dan Budha di Indonesia, berikut adalah beberapa teori/hipotesa mengenai masuknya agama hindu dan budha di indonesia.

1. Teori Brahmana

Teori yang diprakarsai oleh Van Leur ini menyatakan bahwa kaum Hindu dari kasta Brahmanalah yang mempunyai peran paling besar dalam proses masuknya agama dan budaya Hindu di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa Kitab Weda ditulis dengan Bahasa Sansekerta yang hanya dipahami oleh kaum Brahmana. Para Brahmana yang berasal dari pusat-pusat Hindu di dunia ini datang karena undangan para penguasa lokal yang ingin yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai agama Hindu. Para raja/penguasa pribumi tersebut adalah penganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum datangnya pengaruh Hindu dan Budha. 

2. Hipotesa Ksatria

Menurut teori yang diusung oleh C.C. Berg ini, agama Hindu dibawa ke Indonesia oleh kaum ksatria (kaum prajurit kerajaan). Hal ini terjadi karena pada awal abad Masehi sering terjadi kekacauan politik di India sehingga sering terjadi perang antargolongan di negeri ini. Para prajurit perang yang terdasak musuh atau telah jenuh berperang akhirnya meninggalkan tanah air mereka. Diantara para ksatria yang mencari tempat pelarian ini, sebagian ada yang mencapai Indonesia. Mereka inilah yang kemudian membuat koloni dan beralkulturasi dengan penduduk lokal. Hal ini membuat semakin banyak masyarakat lokal yang menganut agama Hindu, pada perkembangan berikutnya, akhirnya lahirlah kerajaan Hindu di Nusantara.

3. Hipotesa Waisya

Menurut teori ini, kaum Hindu dari kasta Waisya adalah yang paling berjasa dalam penyebaran agama Hindu di Indonesia. Kaum Waisya adalah mereka yang berasal dari kalangan pekerja ekonomi seperti pedagang dan saudagar. Para pedagang yang berasal dari India atau pusat-pusat Hindu lain di Asia ini banyak melakukan hubungan dagang dengan masyarakat atau penguasa pribumi. Hali inilah yang membuka peluang bagi masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori Waisya ini diprakarsai oleh Dr. N. J. Krom.

4. Hipotesa Sudra

Orang-orang yang tergolong dalam Kasta Sudra adalah mereka yang dianggap sebagai orang buangan. Kaum Sudra ini diduga datang ke Indonesia bersama kaum Waisya atau Ksatria. Karena datang dalam jumlah yang sangat besar, kaum Sudra inilah yang telah memberikan andil paling besar terkait masuknya agama Hindu ke Indonesia.

Meskipun disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai kelemahannya masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan kitab suci agama Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang notabene hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra tentu saja akan sangat kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena mereka tidak memahami Bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab Weda. Namun demikian, menurut kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak boleh menyeberangi lautan sehingga hampir mustahil untuk kaum Brahmana menyebarkan Hindu di Indonesia Secara langsung. 

Karena keempat teori yang saya sampaikan diatas memiliki banyak kelemahan, maka muncullah teori lain yaitu teori arus balik. Teori ini dicetuskan oleh F.D.K Bosch, menurutnya Agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang Indonesia sendiri. Orang-orang Indonesia yang membawa Agama Hindu ke Indonesia ini berasal dari golongan pemuda yang memang sengaja dikirim oleh para penguasa pribumi untuk mempelajari agama Hindu dan Budha di India. Setelah selesai belajar di India, mereka kemudian pulang ke Nusantara lalu mulai menyebarkan agama Hindu atau Budha.

Selasa, 05 Februari 2013

Pengertian Sapta Timira dalam ajaran agama HINDU



PENGERTIAN SAPTA TIMIRA

Kata sapta timira berasal dari bahasa sansekerta dari kata “sapta”yang berarti tujuh, dan kata“timira”  yang berarti gelap, suram, (awidya). Sapta timira berarti “tujuh kegelapan” adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap.
Ketujuh unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apa bila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam,seperti marah,kejam,denki,iri hati ,suka mempitnah,merampok dan yang lainnya. Semua sifat dan tindakan itu adalah bertentangan dengan agama yang disebut,sifat prilaku Adharma .                                                                                             


BAGIAN-BAGIAN SAPTA TIMIRA

1. Surupa atau kemabukan (lupa daratan) karena wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik. Kegantengan atau kecantikan seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati. Semestinya kegantengan atau kecantikan wajah dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur. Orang yang ganteng atau cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang tidak baik.

2. Dhana atau kemabukan (lupa daratan) karena banyak mempunyai harta benda atau kekayaan. Banyaknya harta benda yang dimiliki sering kali menyebabkan seseorang menjadi lupa diri, menepuk dada, angkuh dan sombong dan tidak ingat dengan teman-temannya. Pada hal kepemilikan harta benda seyogyanya dibarengi dengan dharma, perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama. Karena itu orang yang memiliki banyak harta benda seyogyanya dapat menjaga diri, tidak menepuk dada atau tidak sombong dengan harta bendanya.

3. Guna atau kemabukan (lupa daratan) karena mempunyai kepintaran atau kepandaian. Orang yang pintar juga kadang lupa diri, menganggap orang lain tidak tahu apa-apa. Orang seperti ini cenderung angkuh dan kurang disukai oleh masyarakat. Oleh karena kepandaian semestinya dibarengi dengan perbuatan yang baik, disertai dengan budi pekerti yang luhur. Kepintaran semestinya diamalkan, dipergunakan untuk maksud-maksud yang baik, sehingga dapat membantu masyarakat yang kurang mempunyai pengetahuan.

4. Kulina atau kemabukan (lupa daratan) karena keturunan. Factor keturunan juga sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan bangsawan, keturunan raja, kadang kala juga menganggap remeh orang lain yang tidak seketurunan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi orang tersebut. Keturunan orang-orang terkenal, berpangkat atau bangsawan, sebaiknya mempunyai perilaku yang baik, berbudi luhur sejalan dengan ajaran agama. Mereka seharusnya dapat menjadi panutan dapat memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat sekitarnya.

5. Yohana atau kemabukan (lupa daratan) karena masa remaja atau masa muda. Anak muda remaja karena kurang pendidikan dan pengalaman, sering kali lebih menyukai kebebasan dan hura-hura, sering kali sok jagoan dan suka berkelahi. Sebaikanya semasa masih remaja, anak-anak itu diberi pendidikan agama yang memadai, diberi pelajaran mengenai etika, bagaimana harus berperilaku di dalam masyarakat, sebagaimana harus membawa diri dan lain-lain, supaya mereka dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Masa remaja adalah masa yang baik untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bagi nusa dan bangsa serta agama.

6. Sura atau kemabukan (lupa daratan) karena minuman keras. Minuman keras merupakan musuh yang sangat buruk. Ia dapat membuat orang mabuk, lupa diri dan berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu manusia beragama sebaiknya menjauhi minuman keras.

7. Kasuran atau kemabukan (lupa daratan) karena merasa mempunyai keberanian. Keneranian kadang kala membuat orang lupa diri. Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan bai
k dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang bersangkutan sendiri. Keberanian hendaknya selalu dilandasi oleh kebenaran dan Dharma, oleh perbuatan yang luhur sesuai dengan ajaran agama.

UPAYA UNTUK MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF DARI SAPTA TIMIRA
     
                 Agar kita terhindar dari kemabukan atau kegelapan,hendaknya kita selalu berusaha untuk mendangendalikan diri dan ber disiplin sehingga mendatangkan keselamatan dan kesejahtraan. Adapun disiplin-disiplin dan pengendalian diri tersebut adalah:
Panca Yama Bratha adalah lima cara unyuk mengedalikan diri antara lain:
a.       Ahimsa: tidak menyiksa
b.      Brahma cari: tidak melakukan hubungan badan selama masa menuntut ilmu
c.       Satya: menepati janji
d.      Awyawaharika: melukan usaha berdsarkan ketulusan
e.       Asteya: tidak curang dan tidak mencuri
Panca Nyama Brata, artinya lima macam disiplin dalam memupuk kebiasaan yang
baik diantaranya adalah:
a.       Akroda : tidak di kuasai oleh  kemarah
b.      Guru susrusa :artinya selalu hormat, tekun melaksanakan tuntunan guru
c.       Sauca: artinya suci lahir batin
d.      Aharalagawa :selalu mengatur jenis dan waktu makan tidak berlebihan.
e.       Apramada: artinya taat, tidak sombong memplajari ajaran suci agama
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam disiplin pelksanaankesusilan, bagian-
bagiannya:
a.       Dana artinya memberi sedekah
b.      Ijya, adalah menyembah kepada Sang Hyang Widhi
c.       Tapa, artinya mengembleng diri untuk menimbulkan daya tahan
d.      Dyana, artinya tekun memusatkan pikiran kepada Sang Hyang Widhi
e.       Swadhyaya artinyamemehami ajaran suci
f.       Upustanigraha, artinya menendalikan hawa nafsu
g.      Brata atinya taat akan sumpah
h.      Upawasa artinya berpantang dan berpuasa
i.        Mona artinya membatasi ucapan seperlunya saja
j.        Srana artinya melakukan penyucian diri
Uraian tentang tuntunan susila di atas, hanya akan bermanfaat bagi seseorangapabila dilandasi dengaan ajaran tri kaya parisudha,yaitu tiga dasar prilaku yang hsrus disucikan. Bagian- bagian tersebut adalah manacika, wacika dan kayika

Pengertian Awatara, Dewa, dan Bhatara


1. Awatara

Untuk menegakkan Dharma dari tantangan Adharma, Maka Sang Hyang Widhi (Krsna) turun ke dunia dengan perwujudan tertentu, dalam upaya menyelamatkan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit dari kehancuran. Tiada lain Krsna dalam wujud Dewa Wisnu menjelma menjadi wujud tertentu untuk menumpas kejahatan di dunia demi tegaknya hukum alam (Rta).
Turunnya Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krsna (Tuhan) sebagai Dewa Wisnu ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran disebut Awatara.
Mengenai keberadaan Awatara, dalam Bhagavad Gita IV.6 dan IV.7 disebutkan sebagai berikut.

'ajo 'pi sann avyayātmā

bhūtānām īśvaro 'pi san

prakṛtiṁ svām adhiṣṭhāya

sambhavāmy ātma-māyayā'
(Bhagavad gita, IV.6)


'yadā yadā hi dharmasya

glānir bhavati bhārata

abhyutthānam adharmasya

tadātmānaṁ sṛjāmy aham'
(Bhagavad gita, IV.7)

Penjelmaan Krsna sebagai Dewa Wisnu turun ke dunia mengambil wujud yang bermacam-macam terdiri dari 10 Awatara utama, yaitu :
1. Matsya Awatara
2. Kurma Awatara
3. Waraha Awatara
4. Wamana Awatara
5. Narashima Awatara
6. Parasurama Awatara
7. Rama Awatara
8. Krsna Awhttp://www.blogger.com/img/blank.gifatara
9. Buddha Awatara
10. Kalki Awatara
Awatara lainnya dapat anda baca di situs wikipedia dengan kata kunci awatara.

2. Dewa
Dewa berasal dari kata Div, yang artinya sinar. Dewa adalah sinar suci dari Krsna (Tuhan Yang Maha Esa) sendiri yang berfungshttp://www.blogger.com/img/blank.gifi untuk menyinari, menerangi atau pun menyinari dengan pengetahuan agar kehidupan makhluk hidup selalu berkembang dan saling berinteraksi antara satu dhttp://www.blogger.com/img/blank.gifengan lainnya.
Dewa itu sangat banyak bagaikan sinar matahari yang menerangi alam semesta, seperti Dewa Siwa, Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Iswara, Dewa Sambhu, Dewa Indra, dan lain-lain. Dewa-dewa yang sangat banyak itu mempunyai fungsi berlainan pula.
a. Dewa Indra sebagai dewa perang.
b. Dewa Brahma sebagai dewa pencipta.
c. Dewa Waruna sebagai dewa laut.
d. Dewi Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan.
e. Dewa Ganesha sebagai dewa keselamatan.


3. Bhatara
Bhatara berasal dari kata Bhat yang artinya kekuatan atau kemampuan. Jadi Bhatara adalah kemampuan atau kekuatan gaib yang dimiliki oleh Krsna (Tuhan yang Maha Esa). Seperti Bhatara Siwa, Bhatara Wisnu, Bhatara Brahma, dan lain-lain.

Persamaan awatara, dewa, dan bhatara :
a. Bersumber dari satu sumber, yakni Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krsna.
b. Merupakan bentuk atau wujud Tuhan Sri Krsna.
c. Memiliki sifat yang sama dengan Tuhan Sri Krsna, namun tidak 100% setara dengan Tuhan Sri Krsna.
d. Memiliki fungsi yang sama, yaitu melindungi Dharma dari Adharma.
e. Maha pengasih dan maha pemurah terhadap makhluk hidup.

Perbedaan awatara, dewa, dan bhatara :
a. Awatara adalah perwujudan Tuhan Sri Krsna yang menjadikan diri-Nya berbagai jenis atau bentuk menurut kehendak-Nya dan yang selalu dekat serta dikasihi akan kembali pada-Nya.
b. Para Dewa memiliki sifat yang lebih rendah karena roh yang sampai pada Dewa akan kembali lagi sebelum bersatu dengan-Nya.
c. Roh leluhur lebih rendah tingkatannya dengan Dewa, roh yang suci kedudukannya setingkat dengan Bhatara sehingga lebih dekat dengan kehidupan.

Postingan Lebih Baru Beranda